Ø Pengertian
Kata adalah butir-butir pemikiran yang berasal dari
getaran serta gelombang otak manusia yang di bentuk dan diwujudkan dalam bentuk
lisan atau tulisan.
Pilhan kata(diksi)
adalah hasil dari memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat,alinea,atau
wacana.hal yang perluh kita amati dalam pemilahan kata:
·
Kemampuan memilih kata dikemungkinan
bila seseorang memiliki kosakata yang luas.
·
Kemampuan membedakan secara
tepatkata-kata yang memiliki nuansaserumpun.
·
Kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat
untuk situasi atau konteks tertentu.
Syarat ketepatan
pemilihan kata
Dapat membedakan antara denotasi dan
konotasi
Contoh : Bunga anggrek
Bunga bank
Dapat membedakan kata-kata yang ham[ir
sinonim
Contoh: Pengubah
Peubah
Dapat membedakan kata-kata yang mirip
dengan ejaan
Contoh: Intensif-insetif
Preposisi-proposisi
Ø imbuhan asing
A. SANSEKERTA (-man , -wan, -wati)
a. Imbuhan –man
Ciri:
· diletakkan pada kata yang berakhir dengan vokal –i
· Menunjukkan laki-laki
· Fungsi : menbentuk kata benda
· Makna : orang yang. . .
Contoh:seniman,
budiman
b. Imbuhan –wan
Ciri :
~ Diletakkan pada kata yang
berakhir dengan vokal selain –i
~ Menunjukkan laki-laki
~ Fungsi : membentuk kata benda
dan sifat
~ Makna : orang yang. . .
Contoh : cendekiawan ,
wartawan
c. Imbuhan –wati
Ciri :
Sejalan dengan akhiran-wan
Menunjukkan wanita
Makna : orang yang. . .
Contoh : peragawati ,
olahragawati
B. ARAB ( -i, -wi, -iah )
Ciri :
#
Diletakkan pada kata yang berakhir dengan vokal-a
#
Makna : mempunyai sifat
#
Fungsi : membentuk kata sifat / kata benda
Contoh : surgawi ,
duniawi
C. EROPA ( -is, -isme, -isasi )
i. Imbuhan –is
Ciri :
+
Berasal dari bahasa belanda
+
Makna : “yang bersifat” atau “orang yang . .”
+
Fungsi : membentuk kata sifat atau kata benda
Contoh: teoritis ,
aktivis
ii. Imbuhan –isme
Ciri :
^
Berasal dari bahasa belanda
^
Makna : aliran atau paham
^
Fungsi : membentuk kata benda
Contoh : komunisme ,
kapitalisme
iii. Imbuhan –isasi
Ciri :
a. Berasal dari bahasa inggris
b. Makna : proses
c. Fungsi : membentuk kata benda
Contoh : urbanisasi ,
imunisasi
Ø Upaya
Pengindonesiaan
Awalan dan akhiran di
atas berdasarkan maknanya dapat dibeda-bedakan
menjadi beberapa
kelompok. Ada imbuhan yang membentuk kata benda, ada
imbuhan yang membentuk
kata sifat. Beberapa awalan dapat digolongkan sebagai
menyatakan pengertian
negative, yaitu awalan a-, in-, non-, dis- dan beberapa
awalan lain yang tak
tercantum dalam daftar di atas seperti ab-, im-, il- dan
akhiran –less, yang
artinya ‘tidak, bukan, tanpa, atau tidak ber’.
Kata sifat bentuk
dengan penambahan akhiran –al, er-, if-, dan –ik. Di
samping itu dapat juga
digunakan akhiran dari bahasa Arab –i/-wi/-iah yang tidak
lagi terasa akhiran
asing dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia sendiri
tidak banyak afiks
pembentuk kata sifat, seperti yang disebut oleh Fokker
(1960:139) bahwa bahasa
Indonesia miskin susunan ajektivis.
Dalam bahasa Indonesia
kedudukan kata dalam satuan sintaksis yang lebih
besar menentukan sifat
hubungannya dengan kata lain. Kata benda kayu dapat
mensifatkan kata lain
seperti halnya kata sifat bagus. Seperti hanya bagus pada
meja bagus, kayu, juga
mensifatkan meja pada meja kayu. Dalam bahasa
Indonesia kata kayu
tidak mengalami perubahan bentuk, dan semata-mata
posisinya dalam satuan
sintaksis yang menempatkannya sebagai atribut.
Menurut kaidah bahasa
Indonesia barangkali kata morfologi atau akademi
tidak perlu berubah
apabila berpindah posisinya, misalnya pada morfologi bahasa
Indonesia dan proses
morfologi, serta akademi bahasa Indonesia dan pembantu
dekan bidang akademi.
Urusan akademi dan urusan akademis maknanya berbeda;
yang pertama menyatakan
hubungan kemilikan yang kedua hubungan kesifatan.
Tetapi hubungan makna
itu barangkali baru timbul setelah bahasa Indonesia
menyerap kata-kata
asing yang berbeda bentuknya itu.
Untuk menegaskan perbedaan
hubungan makna itu, untuk kata-kata dalam
bahasa Indonesia
sendiri digunakan konfiks ke-an, contohnya: sifat ibu dan sifat
keibuan, uang negara
dan kunjungan kenegaraan.
Yang sering menimbulkan
keraguan ialah penggunaan akhiran –is dan –ik.
Mana yang betul:
akademis atau akademik, endosentris atau endosentrik?
Akhiran –is diserap
dari bahasa Belanda –isch, sedang –ik dari bahasa Inggris –ic 7
atau –ical. Sementara
itu akhiran –ik diserap jujga dari akhiran –ics dari bahasa
Inggris yang menandai
kata benda, seperti: statistic, linguistic, semantic, fonetik.
Seperti yang digariskan
di dalam Pedoman Pembentukan Istilah, mengingat
akhiran –ik banyak
digunakan untuk menandai kata benda (statistic, linguistic,
semantic, logistic, dan
sebagainya) untuk kata sifat hendaknya digunakan –is,
kecuali pada kata-kata:
simpatik, unik, alergik, spesifik, karakteristik, analgesik.
Akhiran yang berasal
dari bahasa Arab, yang terasa lebih bersifat Indonesia,
dapat digunakan untuk
menerjemahkan kata-kata asing, misalnya penalaran
mantiki (logika
reasoning), antropologi ragawi (physical anthropology), makhluk
surgawi (devine being),
terjemahan harfiah (letteral translation) dan sebagainya.
Ø Hubungan
Makna kata
Homonimi
Homonimi adalah dua buah
kata atau lebih yang sama bentuknya tetapi maknanya berlainan. Kata-akata yang
berhomonimi ini sesungguhnya merupakan kata-kata yang kebetulan
saja bentuknya sama. Oleh karena itu, maknanya tidak juga sama.
Misalnya, kata bias yang bermakna ‘racun ular’ adalah berhomonimi
dengan kata bias yang berarti ‘sanggup, dapat’. Contoh lain,
kata buku yang bermakna ‘kitab’, dengan buku yang
bermakna ‘ruas pada bamboo (tebu)’, dan jugabuku yang bermakna
‘tulang, persendian’.
Di dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta kata-kata yang berhomonimi ini
diberi tanda pembeda dengan angka Romawi. Jadi, (Abdul Chaer, 2006: 385-386)
buku I ….
buku II ….
buku III ….
Tetapi di dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang disusun oleh Pusat pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kata-kata yang berhomonimi itu
diperbedakan dengan angka Arab di muka kata-katatersebut. Jadi:
1 buku ….
2 buku ….
3 buku ….
Adakalanya kata-kata
yang berhomonimi ini hanya sama bunyinya saja (biasa disebut dengan
istilah homofon) sedangkan ejaannya tidak sama. Misalnya kata sangsi yang
berarti ‘ragu’ dan kata sanksi yang berarti ‘akibat,
konsekuensi’. Contoh lain kata bang sebagai kependekan dari
kata abangi dan kata bank yang berarti ’lembaga
yang mengatur peredaran uang.
Sebaliknya ada juga
kata-kata yang berhomonimi ini hanya sama ejaanya saja (biasanya disebut dengan
istilahhomograf) sedangkan lafalnya tidak sama. Misalnya,
kata teras (lafalnya teras) yang berarti di luar rumah’
dan teras(lafalnya teras) yang berarti ‘pati, inti, utama’. Contoh
lain, perhatikan kata mengukur pada kedua kalimat berikut!
- Petugas agrarian sedang mengukur tanah
yang akan dijual itu.
- Ibu mengukur kelapa lebih
dahulu sebelum mengupas pisang itu.
Polisemi
Polisemi adalah kata-kata yang maknanya lebih
dari satu, sebagai akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen konsep makna
pada kata-kata tersebut. Umpamamnya kata kepala yang antara
lain mengandung komponen makna:
- Anggota tubuh manusia (binatang).
- Sangat penting (orang bias hidup tanpa kaki
tetapi tidak mungkin tanpa kepala).
- Terletak sebelah atas.
- Bentuknya bulat.
Maka dengan demikian kata kepala itu selain berarti
(1) anggota tubuh manusia (binatang), juga memiliki arti (2) pemimpin atau
ketua, (3) orang atau jiwa, (4) bagian sangat penting, (5) bagian yang berada
di sebelah atas, (6) sesuatu yang bentuknya bulat atau menyerupai kepala.
Perhatikan kata kepala pada kalimat-kalimat berikut yang
mengandung makna tersebut.
- Bahu dan kepalanya luka kena
pecahan kaca.
- Ayahnya diangkat menjadi kepala sekolah
dasar di Medan.
- Setiap kepala mendapat bantuan
lima ribu rupiah.
- Rangkaian kereta api itu belum dapat
diberangkatkan karena kepalanya rusak.
- Pada kepala surat itu ada
tertulis nomor teleponnya.
- Terdapat bintik-bintik di kulitnya
sebesar-besar kepala jarum.
Hipernimi dan Hiponimi
Hipernimi adalah
kata-kata yang bermakna melingkupi makna kata-kata yang lain. Misalnya kata
burung maknanya melingkupi makna kata seperti merpati, kepondang,
tekukur, perkutut, murai, dan cucakrawa. Dengan kata
lain yang disebut burung bukan hanya merpati saja atau tekukur saja,
tetapi termasuk juga perkutut, murai, kepodang, dan
sebagainya. Contoh lain, kata kendaraan maknanya melingkupi
makna kata-kata seperti kuda, sepeda, bemo, kereta api,dan
sebagainya.
Kata-kata yang
berhipernimi ini karena maknanya melingkupi makna sejumlah kata-kata lain, maka
sering kali bersifat umum. Padaahal dalam berbahasa kita harus cermat
menggunakan kata dengan maknanya yang tepat. Karena itu, kalau kita hendak
mengatakan “ingin membeli sepeda” maka sebaiknya katakanlah
sepeda, jangan kendaraan, yang menjadi hiperniminya.
Bagaimana dengan kata segitiga? Kata segitiga juga
merupakan kata yang hipernimi, sebab maknanya melingkupi konsep makna berbagai
bentuk segitiga. Seperti tampak pada bagian berikut. (Abdul Chaer, 2006: 387).
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
Dalam kasus segitiga ini,
agar menjadi jelas, biasanya diberi keterangan, seperti menjadi segitiga sama
kaki, sama sisi, siku-siku, dan tumpul. Kebalikan
dari hipernimi adalah hiponimi. Kalau hipernimi
adalah kata atau ungkapan yang maknanya melingkupi makna kata atau ungkapan
lain, maka hiponimi adalah kata atau ungkapan lain. Umpamanya makna kata
merpati termasuk kedalam makna kata burung; makna kata kuning termasuk
didalam makna kata warna.
Sinonimi
Sinonimi adalah dua buah
kata atau lebih yang maknanya kurang lebih sama. Dikatakan “kurang lebih”
karena memang, seperti sudah bicarakan di atas tidak akan dua buah kata
berlainan yang maknanya persis sama. Yang sama sebenarnya hanya informasinya
saja, sedangkan maknanya tidak persis sama. Kita lihat kata mati dan meninggal, kedua
kata ini disebut bersinonim. Demikian juga kata bunga, kembang dan puspa.
Bahwa kata-kata yang
bersinonimi itu tidak persis sama maknanya, terbukti dari tidak dapatnya
kata-kata yang bersionim itu diperlukan secara bebas. Kkita bias mengatakan
“kucing itu mati”; tetapi tidak bias “*kucing itu meninggal*”.
Menurut Abdul Chaer
(2006: 388-389) sinonim ini bisa terjadi antara lain sebagai akibat adanya:
(a) Perbedaaan dialek sosial, seperti kata isteri bersinonimi
dengan kata bini. Tetap kata isteri digunakan
dalam kalangan atasan sedangkan bini dalam kalangan bawahan.
(b) Perbedaan dialek regional, seperti kata handuk bersinonim
dengan kata tuala; tetapi kata tuala hanya
dikenal di beberapa daerah di Indonesia timur saja.
(c) Perbedaan dialek temporal, seperti kata hulubalang bersinonim
dengan kata komandan; tetapi kata hulubalanghanya
cocok digunakan dalam suasana klasik saja.
(d) Perbedaan ragam bahasa sehubungan dengan bidang kegiatan
kehidupan, seperti kata mengubah bersinonim dengan kata menempah. Tetapi
kata mengubah dilakukan dalam arti membuat karya seni sedangkan
katamenempah dalam arti ‘membuat’ barang logam.
(e) Pengaruh bahasa daerah atau bahsa asing lain,
seperti kata akbar dan kolosal yang
bersinonim dengan katabesar. Kata auditorium dan aula yang
bersinonim dengan kata bangsal dan pendopo.
Disamping itu dalam
bahasa Indonesia ada sejumlah kata-kata bersinonim yang digunakan menurut
kelaziman, yang untuk dapat menggunakannya tidak ada jalan lain kecuali
menghafalkannya, kecuali kata indah, tampan, dan cantik. Ketiga
kata ini bersinonim. Namun, penggunaannya sudah tentu. Kita bisa mengatakan:
- Pemandangan
- Rumah indah
- loncat
- Pemuda
tampan
- Laki-laki
- Gadis
- Mahasiswa cantik
- Artis
Tetapi, menurut
kelaziman, kita dapat mengatakan:
*pemandangan cantik
*pemuda indah
*gadis tampan
Antonimi
Antonimi adalah dua buah kata yang maknanya
“dianggap” berlawanan. Dikatakan “dianggap” karena sifat kata berlawanan dari
dua kata yang berantonim itu sngat relative. Ada kata-kata yang mutlak
berlawanan seperti kata matidengan kata hidup; kata siang dengan
kata malam. Ada juga yang tidak mutlak seperti kata jauh dengan
kata dekat; katakaya dengan kaya miskin. Seseorang
yang “tidak kaya” belum tentu “miskin”. Begitu juga sesuatu yang “tinggi” belum
tentu “tidak rendah”. Malah dalam sebuah berita di surat kabar ada kalimat
berbunyi:
- Tembok penjara setinggi itu masih terlalu
rendah untuk penjahat itu.
Bagaimana, setinggi
itu tetapi masi terlalu rendah?
Ada juga kata-kata
berantonim, yang sesungguhnya tidak menyatakan “perlawanan”,malah menyatakan
“adanya yang satu karena adanya yang lain”. Seperti kata menjual dangan
kata membeli. Jika tidak ada membeli tentu tidak
aka nada menjual. Begitu juga sebaliknya.
Contoh lain, kata suami dan
kata isteri, yang sering disebut berantonim. Kata suami ada
karena adanya kata isteri. Jadi, kata-kata seperti menjual dan membeli atau suami dan isteri sesungguhnya
tidak menyatakan ‘lawan’, melainkan menyatakan saling ‘melengkapi’.
Cobalah anda perhatikan
pasangan kata berikut, yang sering dianggap berantonim, lalu anda periksa
apakah keantonimannya bersifat mutlak, bersifat relatif, atau bersifat saling
melengkapi.
- guru x murid
Banyak x sedikit
Gelap x terang
Lautan x daratan
Berkumpul x bubar
Akhirnya, satu hal lagi yang perlu dicatat
berkenaan dengan soal antonimi ini adalah: hendaknya Anda berhati-hatindalam
mencari “lawan” sebuah kata. Jangan sampai, misalnya, anda mengatakan
kata merah berantonim dengan kataputih, sebab sesuatu
yang tidak merah atau bukan merah belum tentu
sama dengan putih. Ada kemungkinan hijau, biru,atau kuning.