Pengalaman pribadi dalam cyberlaw

yang pernah saya alami atas kasus CyberCrime yaitu kejahatan pada account sosial media seperti Friendster dan Facebook atau yang dapat digolongkan berdasarkan sasaran kejahatan Cybercrime yang menyerang hak milik / individu. Pada sosmed facebook pelaku cybercrime tidak berlaku sewajarnya dengan mengambil foto milik pribadi yang di posting secara private kemudian menggunakan sosmed friendster tersebut sesuka hatinya dengan berlaku seperti pemilik akun (saya) kemudian mengunggah foto-foto dan postingan yang tidak sewajarnya (spamming) yang tidak pernah saya lakukan. Tetapi dalam hal ini saya tidak ambil pusing karena adanya fungsi dari cyberlaw sendiri, namun dalam hal ini UU ITE di Indonesia masih banyak harus mengalami revisi dan pembaruan, karena masih belum lengkapnya aturan-aturan untuk pelanggaran di dunia maya. Seperti masalah spamming yang perna saya alami yang sangat mengganggu pengguna internet.


Saran

Yang telah saya berikan saran pada postingan sebelumnya yaitu perlu dilaksanakan sosialisasi konsep dan penerapan UU ITE secara menyeluruh, guna terciptanya masyarakat yang mengetahui segala informasi dan perkembangan tentang undang - undang ini sehingga dapat diterapkan secara maksimal dalam aplikasi teknologi.

Untuk studi lapangan mengenai Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi selanjutnya, penulis menyarankan agar metode studi diperluas lagi dengan pengamatan penerapan UU ITE di sekolah - sekolah di kelas, di sosial media juga perlu nya sosialisasi yang lebih gencar sehingga hasil analisisnya lebih efektif lagi. Selain itu, sebaiknya angket tidak hanya ditujukan pada masyarakat awam tetapi juga pada mahasiswa program studi ilmu komputer dan teknologi informasi dengan pertanyaan- pertanyaan yang lebih representatif mengenai informasi dan penerapan undang-undang tersebut. Selain itu pengguna internet juga harus lebih selalu waspada .

Etika dan Profersionalisme TSI #Tugas Kedua

1. Pengertian

Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.
2. Perbandingan cyberlaw diberbagai negara
A. Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime) penyalahgunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HAKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
 

B. Computer Crime Act (Malaysia)
Pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
The Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime. Jadi apabila kita menggunakan computer orang lain tanpa izin dari pemiliknya maka termasuk didalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan internet.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). The Computer Crime Act mencakup, sbb:


  • Mengakses material komputer tanpa ijin
  • Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
  • Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
  • Mengubah / menghapus program atau data orang lain
  • Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi


Di Malaysia masalah perlindungan konsumen, cybercrime, muatan online, digital copyright, penggunaan nama domain, kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk masalah privasi, spam dan online dispute resolution masih dalam tahap rancangan.


C. Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.


Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk :

  • harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber.
  • menyediakan form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik
  • mendirikan cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.


Jadi, perbedaan dari ketiga UU mengenai cybercrime di atas adalah :

  • Cyberlaw mencakup cybercrime yang dilakukan melalui akses internet. Setiap negara memiliki cyberlaw yang berbeda.
  • Computer Crime Act merupakan salah satu cyberlaw yang diterapkan di negara Malaysia, yang mencakup kejahatan melalui komputer (tanpa harus melalui internet).
  • Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan dewan eropa yang membuat perjanjian internasional guna menangani kejahatan komputer dan internet yang berlaku di internasional.  
DAMPAK DITERAPKAN UU ITE

Implikasi pemberlakuan RUU ITE
Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia cyber atau dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.

Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah indonesia menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.

Manfaat pelaksanaan UU ITE:
1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain

Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia; penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.

Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).

Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.

Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.


Sumber: http://taadeers.blogspot.com/2014/04/perbandingan-cyber-law-di-berbagai.html
http://wendycapruk.blogspot.com/2013/04/dampak-positif-dan-negatif-pemberlakuan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber